Selamat Datang, dinar health berisi artikel kesehatan yang diambil dari sumber text book.

Sabtu, 19 Juni 2010

Laringitis


Laringitis


Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik.1

Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.2

Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.2

Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak.1

Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.2

Etiologi

Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 2.3

Tabel 1. Laringitis akut dan kronis

laringitis akut

Laringitis kronis

  1. Rhinovirus
  2. Parainfluenza virus
  3. Adenovirus
  4. Virus mumps
  5. Varisella zooster virus
  6. Penggunaan asma inhaler
  7. Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar
  8. Alergi
  9. Streptococcus grup A
  10. Moraxella catarrhalis
  11. Gastroesophageal refluks

  1. Infeksi bakteri
  2. Infeksi tuberkulosis
  3. Sifilis
  4. Leprae
  5. Virus
  6. Jamur
  7. Actinomycosis
  8. Penggunaan suara berlebih
  9. Alergi
  10. Faktor lingkungan seperti asap, debu
  11. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis
  12. Alkohol
  13. Gatroesophageal refluks

Anatomi Saluran Pernafasan

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Udara lalu menuju ke faring dan laring.4

Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruangan berbentuk segitiga diantara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung tetap jauh lebih penting. 4

Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofargus. Jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.4



Patogenesis

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki.5

Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.5

Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.2

laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.3

LARINGITIS AKUT

Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.6

LARINGITIS KRONIS

Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu 2.3

Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.6

Laringitis Kronis Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika 7

  1. Laringitis tuberkulosis

Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.

Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :

Ø Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus

Ø Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.

Ø Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.

Ø Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

  1. Laringitis luetika

Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat


Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia1

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab1

Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.1

Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3

Pada anamnesis dapat ditanyakan 3

  1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala
  2. Kondisi kesehatan secara umum
  3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
  4. Penggunaan suara berlebih
  5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
  6. Riwayat merokok
  7. Riwayat makan
  8. Suara parau atau disfonia
  9. Batuk kronis terutama pada malam hari
  10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara
  11. Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjol-benol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa. 5

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa laring, serologik marker.3

Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. 3

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.3

Penatalaksanaan

Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.6

Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.6

Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. 3.6

Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.3

Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.3

Prognosis

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut. 2.3

KESIMPULAN

Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan telah bermanifestasi beberapa minggu sebelum pasien datang ke dokter dengan keluhan gangguan pernafasan dan nyeri.

Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti kausanya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien biasanya datang dengan keluhan satu gejala atau lebih seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara atau disfonia, odinofonia, disfagia, odinofagia, batuk, dispneu atau stridor. Manifestasi laringitis kronis terutama pada laringitis kronis iritasi yang paling berat adalah terjadinya ulserasi epitelium laring dengan granulasi.

Diagnosis laringitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari..Laringitis kronis terbanyak disebabkan oleh iritasi misalnya asap rokok, sehingga pasien disarankan beristirahat total dengan menghentikan kebiasaan merokok dan demikian pula pada laringitis kronis akibat penyalahgunaan suara, pasien disarankan beristirahat. Pada pasien non perokok, kemungkinan besar laringitis kronis dipicu oleh iritasi ”silent” dari asam lambung, sehingga perlu diberikan anti-refluks dari penyekat H2 hingga penyekat pompa proton, disertai modifikasi gaya hidup.

Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut

sifilis

SIFILIS

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh Treponema palidum; sangat kronik dan bersifat sistemik. pada perjalanannya, sifilis dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.1

1.2 Etiologi

Treponema pallidum (= Spirochaeta pallida)1

§ Oleh Schaudinn & Hoffman (1905) dengan mikroskop lapangan gelap

§ Bentuk Spiral: Panjang: 6 -15 μ, Lebar: 0,25 μ, lilitan: 9 - 24

§ Gerak maju & mundur

§ Berotasi undulasi sisi ke sisi

§ Mati pada kekeringan, panas, antiseptik ringan, hidup beberapa lama di luar tubuh

Sifilis dapat ditularkan melalui kontak seksual maupun transplasenta dari ibu ke janinnya karena Treponema pallidum dapat menembus sawar plasenta.2

Sifilis tidak ditularkan melalui dudukan toilet, kolam renang, air mandi maupun pakaian.3


1.3 Epidemiologi

Awal mula penyakit sifilis tidak jelas diketahui, sebelum tahun 1492 ada yang mengangap bahwa penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifilis di eropa menurun dengan cepat, mungkin hal ini dikarenakan perbaikan sosial ekonomi. Selama perang dunia kedua insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan kemudian akhirnya semakin menurun.1

Insidens sifilis pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 – 0,52%. Insidens terendah terdapat di negara Cina sedangkan insidens tertinggi terdapat di negara Amerika Selatan. Di Indonesia sendiri insidens sifilis sebesar 0,61%. 1

Rasio pria dan wanita 6:1hal ini semakin meningkat dikarenakan semakin banyaknya hubungan seksual antara sesama jenis terutama dalam 3 tahun terakhir.4

SIFILIS

2.1 KLASIFIKASI.1

§ Sifilis Kongenital

§ Sifilis Kongenital Dini (sebelum 2 tahun)

§ Sifilis Kongenital Lanjut (setelah 2 tahun)

§ Stigmata

§ Sifilis Akuisita

o Stadium 1

o Stadium II

o Stadium III

Menurut WHO secara epidemiologik dibagi menjadi:

  1. Stadium dini menular (1 tahun sejak infeksi)

o Sifilis stadium I

o Sifilis stadiumII

o Sifilis stadium rekuren

o Sifilis stadium laten dini

  1. Stadiumlanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi)

o Sifilis stadium laten lanjut

o Sifilis stadium III

2.2 PATOGENESIS1.2.3.4

Stadium Dini

Pada sifilis didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir. Kuman tersebut akan membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri dari sel limfosit dan sel plasma. Pada daerah perivaskular terutama di bagian pembuluh darah kecil, akan dikelilingi oleh treponema pallidum. Bila timbul endarteritis akan mengakibatkan perubahan hipertrofik dari endotelium yang akan mengakibatkan timbulnya obliterasi kuman. Akibat dari kehilangan perdarahan akan timbul erosi yang pada pemeriksaan klinis tampak sebagai sifilis stadium I.

Sebelum nampak gejala sifilis stadium I, kuman telah mencapai kelenjar limfe regional melalui penyebaran secara limfogen dan secara hematogen ke semua jaringan di badan dan membiak. Multiplikasi ini diikuti reaksi jaringan sebagai sifilis stadium II, yang terjadi 6-8 minggu sesudah sifilis stadium I. Sifilis stadium I dan II perlahan akan mengalami regresi dan menghilang.

Pada stadium laten tidak nampak adanya gejala, namun infeksi masih aktif karena pada ibu yang menderita sifilis pada stadium ini dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.

Bila proses imunitas gagal pada tempat bekas sifilis stadium I Treponema pallidum akan membiak kembali dan menimbulkan lesi rekuren, reaksi tersebut menular dan dapat timbul berulang-ulang.

Stadium Lanjut

Stadium laten pada sifilis dapat berlangsung selama bertahun-tahun, hal ini dikarenakan Treponema berada dalam keadaan dorman. Apabila terjadi perubahan keseimbangan antara Treponema dan jaringan maka dapat muncul sifilis stadium II berbentuk guma yang hal tersebut belum pasti diketahui sebabnya, namun trauma merupakan salah satu faktor predisposisi. Pada guma umumnya tidak ditemukan Treponema pallidum, reaksinya hebat dan bersifat destruktif serta berlangsung bertahun-tahun.

Treponema dapat mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf dalam waktu dini, namun kerusakan yang terjadi secara perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat menimbulkan gejala klinis.

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT

Sifilis sendiri umumnya menyerang pada berbagai macam usia yang bila diurutkan dari usia antara 20-39 tahun, 15-19 tahun, 40-49 tahun. 5

Insidens sifilis pada pria lebih banyak di bandingkan dengan wanita dengan perbandingan 6:1.4.5

Selain disebutkan diatas sifilis juga dapat mengenai semua bangasa/ras dan faktor pengetahuan juga mempengaruhi timbulnya penyakit karena kurangnya pengetahuan tentang bahaya penyakit, mendorong orang untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ekonomi yang kurang juga cenderung berpengaruh dan sifilis dapat ditularkan dari ibu ke janin. Adanya perpindahan penduduk dari daerah kekota mengarahkan masyarakat menjadi lebih bebas, longgar akan batas-batas adat dan agama sehingga mudah melakukan hubungan seksual diluar nikah.6

2.4 GEJALA KLINIS.

Sifilis Stadium I

Masa tunas umumnya 2-4 minggu. Treponema pallidum masuk ke dalam selaput lendir atau kulit yang mengalami lesi secara langsung, lalu berkembang biak, dan menyebar secara limfogen dan hematogen.1.2

Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum yang mempunyai sifat khusus :7

  1. Tidak nyeri
  2. Sekitar ulkus teraba keras
  3. Dasar ulkus bersih dan berwarna merah
  4. Soliter


Lokasi ulkus ini pada laki-laki biasannya terdapat pada preputium, sulkus koronarius, batang penis dan skrotum. Pada wanita di labium mayora dan minora, klitoris, serviks. Ulkus juga dapat terdapat pada ekstra genital misalnya pada anus, rektum, bibir,mulut, lidah, tonsil, jari, dan payudara.1.6.7

Pada sifilis stadium satu setelah 1 minggu umumnya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening ingunalis medialis yang soliter, indolen, tidak lunak, besarnya lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis.1.2

Sifilis Stadium II

Biasannya sifilis stadium II timbul 6-8 minggu sejak sifilis stadium I. 2/3 kasus masih disertai sifilis stadium I1

Sifilis stadiumII dapat disertai gejala konstitusi, umumnya tidak berat, berupa anoreksia, penurunan berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, atralgia.1.2

Pada sifilis stadium II dapat memberikan kelainan kulit mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang dan saraf karena menyebar dari ulkus dan kelenjar getah bening ke dalam aliran darah dan keseluruh tubuh. 1.2

Lesi pada stadium II menular, gejala untuk membedakan antara stadium II dan penyakit kulit lain adalah lesi kulit pada sifilis stadium II umumnya tidak gatal, disertai limafenitis generalisata dan pada lesi dini disertai kelainan kulit pada tangan dan kaki. 1

Bentuk lesi pada sifilis stadium II:1.5.7

  1. Lesi pada kulit

a. Roseola :

merupakan makula yang pertama kali timbul.

Menghilang dalam beberapa hari-minggu-bulan

b. Papul

Bulat, lentikulaer, generalisata dengan skuama dipinggir (koloret)

Pada leher dinamakan collar of venus

Pada sifilis stadium II lanjut, papul bersifat setempat, tersusun arsinar/sirsinar/polisiklik/korimbiformis. Dinamakan korona venerik bila terdapat pada dahi dan tersusun arsinar/sirsinar.

Kondiloma lata adalah papul lentikular, permukaan datar, sebagian berkonfluens terletak pada lipatan kulit; karena adanya gesekan antar permukaan kulit permukaannya menjadi erosif, eksudatif. Tempat predileksi daerah lipat paha, skrotum, vulva, periana, dibawah mamae, dan antar jari kaki.

c. Pustul

Papul yang menjadi vesikel dan segera menjadi pustul. Timbul pada daya tahan tubuh yang menurun.

  1. Lesi pada mukosa

a. angina sifilitika eritematosa

Dinamakan enantem, terutama pada mulut dan tenggorok. Berupa makula eritematosa, berkonfluense membentuk makula yang difus, berbatas tegas. Keluhan dapat berupa nyeri pada tenggorok, terutama pada saat menelan. Bila menyerang faring dapat mengakibatkan suara parau.

b. Plaque muqueuses

Berupa papul eritematosa, permukaan datar,miliar-lentikular.

  1. Lesi pada rambut

Dapat mengakibatkan kerontokan rambut, difus dan tidak khas dinamakan alopesia difusa. Pada sifilis stadium II lanjut terdapat alopesia areolaris seperti digigit ngengat.

  1. Lesi pada kuku

a. Onikia sifilitika

Warna kuku berubah menjadi putih kabur, kuku menjadi rapuh, distal lempeng kuku menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat.

b. Paronikia sifilitika

Timbul radang kronik, kuku menjadi rusak, kadang terlepas.

  1. Lesi pada alat lain

a. Pada kelenjar getah bening

Sama seperti sifilis stadium I

b. Pada mata

Uveitis anterior, koroido-retinitis

c. Pada hepar

hepatitis

d. Pada tulang

e. Pembengkakan tidak nyeri, pergerakan terganggu.

f. Pada saraf

Pada LCS didapatkan peninggian sel dan protein. Tekanan intra kranial dapat meningkat memberi gejala nyeri kepala, muntah, odema papil.

Sifilis Laten Dini

Pada fase ini tidak ada gejala klinis tetapi pemeriksaan serologisnya positif.7

Sifilis Stadium Rekuren

Terjadi pada sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya terjadi pada sifilis stadium II.1

Sifilis Stadium Laten Lanjut

Biasanya tidak menular, diagnosis dengan tes serologik, masa laten dari beberapa tahun hingga bertahun-tahun.1

Sifilis Stadium III

Berupa guma.dimulai dengan timbulnya granuloma di dalam jaringan (otot, tulang dsb) yang kemudian memecah ke permukaan membentuk ulkus yang dalam dengan dasar tertutup pus. Tepi ulkus meninggi dan keras dindingnya curam.proses guma juga terjadi pada laring, paru, gastrointestinal, hepar dan testis.7

Pada kardiovaskuler, sifilis stadium II menyebabkan miokarditis, gangguan katup jantung dan aneurisma aorta.7

Neurosifilis

Infeksi terjadi pada stadium dini, sebagain besar kasus tidak memberikan gejala, 20-37% kasus terdapat kelainan pada LCS.1.3

Neurosifilis dibagi 4 macam:1.3

  1. Neurosifilis asimptomatik

Didasarkan pada kelainan LCS

  1. Sifilis meningovaskular, misalnya meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika.

Nyeri kepala, konvulsi fokal, papil nervus optikus sembab, gangguan mental, atrofi nervus optikus, meningitis basalis, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, koma

  1. Sifilis parenkim :

a. Tabes dorsalis : ataksia, arefleksia, gangguan visus, nyeri pada kulit, retensi dan inkontinensia urin.

b. Demensia paralitika : demensia yang berangsur-angsur dan progresif.

  1. Guma

Umumnya pada meningens, akibat perluasan dari tulang tengkorak. Dapat soliter atau multiple. Keluhan berupa nyeri kepala, mual, muntah, gangguan visus. Gejala berupa odema papil karena peningkatan tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial, hemiplegi.

Sifilis Kongenital

Treponema pallidum dapat menembus plasenta dari ibu,menginfeksi janin sehingga mengakibatkan sifilis kongenital.2

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi: 1

  1. Sifilis kongenital dini

ü Bula bergerombol simetris pada telapak tangan dan kaki disebut pemfigus sifilitika

ü Papulo-squamosa

ü Ragades

ü Wajah bayi seperti orang tua akibat turunnya berat badan

ü Onikia sifilitika :kuku yang terlepas karena papul dibawahnya

ü Plaque muqueuses

ü Syphilitic snuffles

ü Pembesaran kelenjar getah bening generalisata

ü Fibrosis hepar dan lien

ü Kelainanpada ginjal dan paru

ü Osteokondritis pada tulang panjang danpseudo paralisis parot (ujung tulang terasa nyeri, bengkak sehingga sulit digerakkan). Dapat pula terjadi komplikasi berupa fraktur patologik, artritis supurativa dan terlepasnya epifisi

ü Anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi

ü Pada otak menyebabkan perkembangan terhenti

  1. Sifilis kongenital lanjut

ü Usia 7-15 tahun

ü Guma dapat menyerang kulit,tulang, selaput lendir dan alat dalam.

ü Perforasi septum nasi dan palatum

ü Sabre tibia : periostitis sifilitika pada tibia

ü Parrot nodus :osteoartrititis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat

ü Keratitis interstisial

ü Clutton’s joints : pembengkakan pada kedua sendi yang nyeri disertai efusi

  1. Stigmata

Stigmata lesi dini :

§ Fascies : gangguan pertumbuhan septum nasi à depresi jembatan hidung (saddle nose), maksila tumbuh abnormal lebih kecil dari mandibula (bulldog jaw)

§ Gigi : gigi hutchinson, pada gigi insisi permanen lebih kecil dari normal dengan bagian sisi konveks dan daerah untuk menggigit konkav. Moon’s molar atau mulbery molar yaitu permukaan gigi molar berbintil bintil.

§ Ragades

§ Jaringan parut koroid :pada daerah fundus okuli timbul koroidoretinitis meninggalkan kelainan permanen

§ Kuku : onikia akan merusak dasar kuku.

Stigmata lesi lanjut

§ Kornea : keratitis à kekeruhan pada lapisan dalam kornea

§ Sikatriks gumatosa

§ Tulang : osteoporosis gumaosa meninggalkan deformitas sebagai sabre tibia. Frontal bossing, saddle nose dan buldog jaw à buldog fascies

§ Atrofi optikus

§ Trias hutchinson: terdiri dari keratitis intertisialis, gigi hutchinson, tuli nervus VIII




2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada tahun 1960 tes pertama yang digunakan untuk mendiagnosis treponema adaah waserman, meskipun terkadang pada tes ini dapat timbul false positif namun cukup berarti dalam pencegahan penyakit sifilis pada saat itu.8

Tes Serologik Sifilis Secara garis besar pemeriksaan serologis dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan non treponema (uji Wassermann, Rapid Plasma Reagin, Venereal Disease Research laboratory) dan pemeriksaan treponema (TPPA, FTA-Abs, MHA-TP/TPHA, EIA, uji Western Blot).8

Pada akhir abad ke-20 ditemukan test baru lainnya yaitu antara lain rapid plasma reagin (RPR), dan venereal disease reaserch laboratoris (VDRL), kedua test tersebut murah dan cepat namun tidak spesifik. Biasanya RPR dan VDRL digunakan ketika akan screening donor darah, false + dapat terjadi oleh karenanya kemudian diikuti oleh test yang lebih spesifik yaitu Treponemal palidum haemoglutination assay (TPHA) dan Fluorecent treponemal antibody absorption test (FTA-Abs), walaupun demikian false positif tetap dapat terjadi.9

Pada neurosifilis dilakuka test dengan menemukan leukosit dalam jumlah tinggi dan adanya protein abnormal yang tinggi pada LCS.8.9

2.6 DIAGNOSIS BANDING1.5

Pada sifilis stadium I dengan :

  1. Herpes simpleks

Bersifat residif, disertai rasa gatal, lesi berupa vesikel diatas kulit eritematosa yang berkelompok. Bila pecah nampak erosi, sering berkonfluensi, polisiklik, indurasi (-).

  1. Ulkus piogenik

Karena trauma, ulkus kotor,mengandung pus, nyeri, indurasi (-)

  1. Skabies

Papul, vesikel di genitalia eksterna, gatal pada malam hari, menyerang orang berkelompok.

  1. Balanitis

Erosi superfisialis pada glans penis disertai eritema, indurasi (-)

  1. Limfogranuloma venereum

Papul, vesikel,pustul, ulkus yang cepat hilang, limfadenitis regional dengan tanda radang akut, periadenitis, gejala konstitusi demam, malese dan atralgia.

  1. Karsinoma sel squamosa

Pada usia lanjut yang tidak disirkumsisi, lesi kulit berupa benjolan, indurasi(+), mudah berdarah. Untuk diagnosis dilakukan biopsi.

  1. Penyakit bechet

Ulkus superfisialis, multipl, biasanya pada skrotum atau labia.

  1. Ulkus mole

Langka, ulkus lebih dari satu disertai tanda radang akut, pus (+), dinding bergaung, hemophilus ducrey (+), limfadenitis regional dengan tanda radang akut.

Sifilis stadium II

  1. Erupsi alergi obat

Dari anamnesis dan keluhan umumnya disertai gatal.

  1. Morbili

Terdapat gejala konstitusi, KGB tidak membesar.

  1. Pitiriasis rosea

Bercak eritematosa dengan skuama halus, bentuk lonjong, lentikuler, tersusun sejajar dengan lipatan kulit, limfadenitis (-).

  1. Psoriasis

Persamaan terdapat eritema dan skuama, namun limfadenitis (-), terdapat skuama berlapis dan fenomena auspitz dan tetesan lilin.

  1. Dermatitis seboroik

Persamaan terdapat eritem dan skuama, perbedaan tempat predileksi pada tempat seboroik, limfadenitis (-)

  1. Kondiloma akuminatum

Papul bentuk runcing sedang pada komdiloma lata papul datar.

  1. Alopesia areata

Pada alopesia areata lebih besar, pada areolaris seperti digigit ngengat, kecil dan banyak.

Sifilis stadium III

  1. Sporotrikosis dan aktinomikosis
  2. Tuberkulosis kutis gumosa

2.7 PENATALAKSANAAN

Penisilin G merupakan obat yang sangat efektif, aman danmurah. Cara penggunaannya sangat sederhana, penyembuhan mudah dan cepat.10

Respon masing-masing jenis sifilis terhadap penisilin G tidak sama. Tindak lanjut terhadap perkembangan penyakit perlu dilakukan selama maupun setelah pengobatan dengan pemeriksaan serologik darah. 10

Sifilis

Pengobatan

Pemantuaan serologic

Sifilis primer

1. penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit secara IM 2,4 juta) dan diberikan satu kali seminggu unit.

2. penisilin G prokain dalam akua dosis total 6 juta, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari

3. PAM (penisilin prokain +2% aluminium monostrerat) dosis 4,8 juta unit, diberikan 1,2 juta unit/kali 2 kali seminggu.

Pada bulan I, III, VI, dan XII dan setiap enam bulan pada tahun ke dua

Sifilis sekunder

Sama seperti sifilis primer


Sifilis latent

Penisilin G benzatin, dosis total 7,2 juta unit

Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0,6 juta unit/hari)

PAM dosis t


Sifilis stadium III

Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit

Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari)

PAM dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu)


Pada pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin. Lama pengobatan 15 hari untuk sifilis stadium I dan II, 30 hari untuk sifilis stadium laten.1.10

Dapat juga digunakan sefaleksin 15 hari, seftriakson 2 gram dosis tunggal setiap hari selama 15 hari, azitromisin dosis tunggal selama 10 hari untuk sifilis stadium I dan II.1.10

BAB III

KESIMPULAN

Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema pallidum.

Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).

Klasifikasi sifilis dibagi menjadi : Sifilis Kongenital yaitu Sifilis Kongenital Dini (sebelum 2 tahun), Sifilis Kongenital Lanjut (setelah 2 tahun), dan Stigmata; Sifilis Akuisita yaitu Stadium I, Stadium II, dan Stadium III

Menurut WHO secara epidemiologik dibagi menjadi: Stadium dini menular (1 tahun sejak infeksi) yaitu Sifilis stadium I, Sifilis stadiumII,, Sifilis stadium rekuren, dan Sifilis stadium laten dini. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi) yaitu Sifilis stadium laten lanjut, Sifilis stadium III

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut "Peniru Besar" karena sering dikira penyakit lainnya.

Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat fatal.

Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya antara lain Pada pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin. Lama pengobatan 15 hari untuk sifilis stadium I dan II, 30 hari untuk sifilis stadium laten.

Dapat juga digunakan sefaleksin 15 hari, seftriakson 2 gram dosis tunggal setiap hari selama 15 hari, azitromisin dosis tunggal selama 10 hari untuk sifilis stadium I dan II.

COMMENT


Free chat widget @ ShoutMix