Selamat Datang, dinar health berisi artikel kesehatan yang diambil dari sumber text book.

Jumat, 12 Desember 2008

mioma uterus

MIOMA UTERUS
Myoma uteri merupakan jenis tumor uterus yang paling sering ditemukan. Diperkirakan bahwa 20% dari wanita berumur 35 tahun penderita myoma uteri walaupun tidak disertai gejala-gejala atau sekitar 20-25% terdapat pada wanita usia reproduktif dan 3-9 kali lebih banyak terdapat pada wanita berkulit hitam daripada berkulit putih. Di Indonesia myoma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat . Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang-sarang myoma . Mioma uteri lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang kurang subur . Faktor keturunan juga memegang peran.1.2.3.4.
Etiologi dari myoma uteri tidak diketahui tapi ada juga yang mengemukakan teori patogenesis myoma yaitu Meyer dan Desnoo, Lipschutz, Puukka dan kawan-kawan .1.2.3.4.5
Myoma uteri tidak terjadi sebelum menars/pubertas dan di bawah pengaruh hormon, myoma biasanya tumbuh pada masa reproduktif . Myoma uteri tidak pernah terjadi setelah menopause bahkan yang telah ada pun biasanya mengecil bila mendekati masa menopause. Setelah menopause, hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Bila myoma uteri bertambah besar pada masa post menopause, harus dipikirkan degenerasi maligna (Sarcoma) .1.2.5.6
Jika myoma tumbuh secara mikroskopik dan terisolasi, myoma biasanya multiple dan biasanya berukuran kurang dari 15 cm tapi bisa mencapai ukuran yang sangat besar dengan berat 45 kg (100 pon) .1.2.4.6.7.
Myoma uteri berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dalam kepustakaan dikenal juga sebagai fibrimioma, fibroid, leiomyoma .1.2.3.4.5.6.
Walaupun biasanya asimptomatik, leiomyomata dapat menyebabkan banyak problema termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas . Memang, perdarahan uteri yang sangat banyak merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukan histerektomi.1.2.6.7.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi dan Klasifikasi Myoma Uteri 1.2.6.7.8
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri dan jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai fibromioma, leiomyoma, fibroid . Dapat bersifat tunggal atau multipel dan mencapai ukuran besar (100 pon). Konsistensinya keras, dengan batas kapsel yang jelas sehingga dapat dilepaskan dari sekitarnya.
Menurut lokalisasi, myoma uteri terdapat di :
a. cervical (1-3%)
b. corporal
Cervical lebih jarang tetapi bila mencapai ukuran besar dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan juga secara teknik operasinya lebih sukar .
Menurut posisi myoma terhadap lapisan-lapisan uterus, dapat dibagi dalam 3 jenis :1.2.6.7.8.9.
a. mioma submukosa
b. mioma intramural/interstitial
c. mioma subserosa/subperitonal


Myoma Sub Mukosa .1.2.4.8
Tumbuh tepat di bawah endometrium dan menonjol ke dalam cavum uteri. Sering juga tumbuh bertangkai yang panjang dan menonjol melalui serviks menuju ke vagina sehingga dapat terlihat secara inspekulo dan disebut sebagai Myom Geburt. Myom pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga OUE berbentuk bulat sabit.
Karena tumbuh di bawah endometrium dan di endometriumlah pendarahan uterus yang paling banyak, sehingga myoma submukosa ini paling sering menyebabkan perdarahan uteri yang banyak dan iregular (menometrorrhagia). Akibatnya diperlukan tindakan histerektomi pada kasus myoma dengan perdarahan yang sangat banyak walaupun ukurannya kecil.
Myoma submucosa yang bertangkai sering terinfeksi (ulserasi) dan mengalami torsi (terpelintir) ataupun menjadi nekrosis dan apabila hal ini terjadi maka kondisi ini menjadi perhatian utama sebelum mengatasi myoma itu sendiri (sindrom mirip dengan akut abdomen).
Kemungkinan terjadi degerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis myoma submucosa ini.
Adanya myoma sub mucosa dapat dirasakan sebagai suatu “curet bump” (benjolan waktu kuret).

Myoma Intramural atau Interstitial..2.3.4.8
Tumbuh di dinding uterus di antara serabut miometrium. Ukuran dan konsistensinya bervariasi, kalau besar atau multipel dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.

Myoma Subserosa atau Subperitoneal1.2.3.4.5.
Tumbuh di bawah tunica serosa (tumbuh keluar dinding uterus) sehingga menonjol keluar pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Myoma jenis ini juga dapat bertangkai. Jika myoma subserosa yang bertangkai ini mendapat perdarahan extrauterine dari pembuluh darah omentum, maka tangkainya dapat atrofi dan diserap sehingga terlepas sehingga menjadi “parasitic myoma”.
Kadang-kadang vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan Intra abdominal. Malah myoma subserosa ini juga dapat tumbuh diantara 2 lapisan peritoneal dari ligamentum latum menjadi “myoma intraligamenter” yang dapat menekan ureter dan A. iliaca, sehingga menimbulkan gangguan miksi dan rasa nyeri.

II.2 Epidemiologi Mioma Uterus.1.2.9
Mioma uterus, atau disebut juga sebagai leiomioma atau fibroid merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada wanita usia reproduktif (20-25%). Pada usia > 35 tahun kejadiannya lebih tinggi., yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uterus antara usia 35 tahun dan usia 50 tahun menunjukan adannya hubungan kejadian mioma uterus dengan estrogen. Pada usia menopause terjadi regresi mioma uterus
Wanita kulit hitam di USA 3-9 kali menderita mioma uterus dibandingkan wanita kulit putih. Namun di Afrika, wanita kulit putih sedikit sekali menderita mioma uterus. Perbedaan Amerika dan Afrika mungkin dikaitkan dengan adanya perbedaan pola hidup. Di USA, dari650.000 histerektomi yang dilakukan per tahun, sebanyak 27% (175.000) disebabkan arena mioma uterus. Berdasarkan angka kejadian residif dari mioma uterus sebanyak 15 % (4-59%), maka sebanyak 10% (3-21%) harus dilakukan operasi lagi.

II.3. Patogenesis Myoma Uteri 1.2.9
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uterus hingga kini masih belum diketahui. Namun bila melihat mioma uterus banyak ditemukan pada usia reproduktif dan kejadiannya rendah pada usia menopause, maka estrogen paling banyak diduga sebagai penyebab timbulnya mioma uterus. Di dalam jaringan mioma itu sendiri dijumpai penurunan secara significant konversi estradiol menjadi estron dan terlihat adanya peningkatan aktivitas enzim aromatase, yang merubah androgen menjadi estron, dan selanjutnya oleh enzim 17 a-hidroksisteroid dehidrogenase tipe I, estron diubah menjadi estradiol. Oleh enzim 17 a –hidroksisteroid dehidrogenase tipe II. Estradiol diubah lagi menjadi estron. Estradiol merupakan estrogen kuat dan estron merupakan estrogen lemah. Peningkatan aktivitas enzim aromatase dan 17 a-hidroksisteroid dehidrogenase tipe I menyebabkan mioma uterus bertambah besar, dan defisiensi enzin 17 a-hidroksisteroid dehidrogenase tipe II juga menyebabkan pertumbuhan mioma uterus. Pada mioma uterus sendiri ditemukan kadar reseptor estrogen yang lebih tinggi dibandingkan di dalam miometrium.
Awal mula pembentukan tumor adalah terjadinya mjtasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan kromosombaik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma yang diperiksa, dan yang terbanyak (35,6%) ditemukan pada kromosom 7 (del(7)(q21)/q21 q32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom ini atau tidak.

II.4. Patologi Anatomi Myoma Uteri1.2.4
Myoma uteri biasanya multipel, terpisah dan sferis atau berlobulasi yang tidak teratur . Walaupun myoma mempunyai pseudocapsule, myoma ini dapat jelas dibedakan dari myometrium yang normal dan dapat dienukleasi secara mudah dari jaringan sekitarnya.
Secara makroskopis pada potongan melintang, myoma itu berwarna lebih pucat, bulat, licin dan biasanya padat dan jika myoma yang baru saja diangkat tersebut dibelah, permukaan tumor terpisah dan mudah dibedakan dari pseudocapsulenya.
Secara mikroskopik, myoma uteri terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat, yang tersusun seperti konde/pusaran air (Whorled like appearrance) .

II.5. Perubahan Sekunder pada Myoma Uteri1.2
Perubahan sekunder pada Myoma Uteri ini didasarkan atas gambaran histopatologi dan terbagi menjadi 2 bagian besar :
1. Degenerasi jinak, yang terbagi lagi menjadi 7 .
a. Atrofi
Tanda dan gejala-gejala berkurang atau menghilang sesuai dengan ukuran myoma yang mengecil pada saat menopause atau sesudah kehamilan.
b. Degenerasi Hialin .
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut karena myoma telah menjadi matang. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen dimana tumor ini tetap berwarna putih tapi di dalamnya berwarna kuning, lembut bahkan seperti gel/agar-agar (bergelatin).
c. Degenerasi Kistik (Likuifikasi)
Merupakan kelanjutan dari degenerasi kistik sehingga seluruh tumor menjadi mencair seolah-olah menyerupai uterus yang gravid atau kista ovarium.
Stress yang fisikal dapat menyebabkan pecahnya tumor ini sehingga menyebabkan evakuasi isi cairan tersebut ke dalam uterus, rongga peritoneum dan ruang retroperitoneal. Dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
d. Klasifikasi (Degenerasi membatu)
Myoma jenis subserosa yang tersering mengalami klasifikasi ini karena sirkulasi darah yang terganggu dan terutama pada wanita berusia lanjut. Hal ini terjadi karena presipitasi CaCO3 (calcium carbonate) dan fosfat sebagai kelanjutan dari sirkulasi darah yang terganggu itu. Dengan rontgen, dapat terlihat dengan jelas (opak) dan dikenal sebagai “ Womb Stone”.
e. Degenerasi merah (Red or Carneous)
Terutama terjadi pada kehamilan dan nifas dikarenakan trombosis vena dan kongesti dengan perdarahan interstitial (nekrosis sub akut) sehingga pada irisan melintang tampak seperti daging mentah dan merah yang diakibatkan penumpukan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Selama kehamilan, ketika degenerasi merah ini terjadi juga diikuti edema dan hipertrofi myometrium.
Degenerasi merah ini merupakan degenerasi dan infark yang aseptik. Biasanya pada degenerasi merah juga menimbulkan rasa sakit yang biasanya akan sembuh sendiri dan tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Tanda dan gejala ini mirip dengan torsi tumor ovarium dan torsi mioma yang bertangkai.
Komplikasi potensial dari degenerasi dalam kehamilan meliputi kelahiran preterm dan sangat jarang mencetuskan DIC (Disseminated Intravascular coagulation).
g. Degenerasi Lemak (myxomatous or fatty)
Merupakan degenerasi asimtomatik yang jarang terjadi dan adalah kelanjutan dari degenerasi hialin dan kistik.

2. Degenerasi malignansi/Sarcomatosa/Ganas .
Myoma uteri yang menjadi leiomyosarkoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6% dari seluruh myoma serta merupakan 50-75% dari semua jenis sarkoma uteri (2). Kecurigaan malignansi apabila myoma uteri cepat membesar dan terjadi pembesaran myoma pada menopause.

II.6. Gejala-Gejala Myoma Uteri 9
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uterus sangat tergantung pada :
1. Lokasi
2. Arah pertumbuhan
3. Jenia mioma uterus
4. Besar
5. Jumlah
Gejala timbul yang dapat muncul adalah :
1. Perdarahan
2. Rasa nyeri
3. Inkontinensia uri
4. Obstipasi
5. Akut abdomen
6. Asites
7. Polisitemia
8. Infertilitas
9. Abortus

Hanya lebih kurang 20-50% saja mioma menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh keluhan apapun. Tidak ada korelasi antara besar mioma dengan keluhan yang muncul.
hipermenorea, meno-metroragia merupakan gejala klasik dari mioma uterus. Penyebab perdarahan pada mioma uterus :
a. Permukaan endometrium yang melebar
b. Gangguan kontraktilitas uterus
c. Kompresi pleksus vena di jaringan sekitar sehingga mengakibatkan kongesti dan pelebaran pembuluh darah
Mioma uterus submukosum merupakan yang tersering mengalami perdarahan disebabkan karena permukaan endometrium yang melebar. Dan adanya ulkus di atas mioma submukosum
Keluhan lain yang dirasakan adalah keluhan akibat penekanan mioma uterus terhadap setiap organ disekitar. Dismenorea, nyeri perut bagian bawah, nyeri pinggang ditemukan pada sekitar 65% wanita. Keluhan ini sulit untuk dibedakan dengan keluhan akibat endometriosis. Tergantung dari lokasi dana arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat tergenaggu oleh mioma tersebut. Timbul keluhan berupa nyeri suprasimfisis, polakisuri, inkonintesia uri, atau timbul hidroureter/hidronefrosis. Penelitian multisenter menemukan adanya keluhan obstipasi.
Pada keadaan tertentu, mioma uterus dapat menimbulkan keadaan akut abdomen seperti terjadinya putaran tangkai, rupturnya kapsul dari bonggol otot mioma yang disertai dengan perdarahan, serta akibat terjadinya infeksi pada jaringan mioma. Kadang-kadang ditemukan asites dan polisitemia. Polisitemia dapat terjadi dikarenakan meningkatnya pembentukan eritropoetin di dalam mioma. Selain di dalam mioma uterus, maka eritropoetin dapat juga direproduksi di tumor ginjal, dan kista dermoid eritropoetin dapat terlihat sebagai hormon dan juga sebagai sitokin. Sebanyak 80% eritropoetin diproduksi di sel-sel endotel dari kapiler tubulus ginjal dan di sel interstisial ginjal, sisanya diproduksi di sel hati dan sel fagosit hati, yang merupakan bagian dari sistem RES.
Eritropoetin merupakan glikoprotein yang terdiri dari 166 asam amino. Sintesis eritropoetin diatur oleh suatu sistem pengaturan yang rumit, dimana ginjal dan sumsum tulang berada dalam satu sistem dan saling berhubungan dalam mengatur sintesis eritropoetin. Bila terjadi hipoksia ginjal terjadilah peningkatan eritropoetin, somatotropin, hormon tiroid, katekolamin dapat memacu pembentukan eritropoeetin
Seperti halnya endometriosis, maka mioma uterus dapat juga menyebabkan infertilitas pada 27-55% wanita. Mekanisme terjadinya infertilitas oleh mioma uterus adalah :
1. Obstruksi mekanik dari serviks atau tuba
2. Perubahan pada bentuk kavum uterus (penambahan panjang uterus)
3. Iritasi pada mioma akibat perubahan degenerasi
4. Kontraktilitas uterus terganggu
5. Gangguan vaskularisasi endometrium dan gangguan endokrinologik endometrium.
Bila terjadi kehamilan , maka mioma uterus akan memberikan masalah lagi, yaitu meningkatnya angka kejadian abortus (41%), munculnya his lebih awal, atau his yang tidak terkoordinasi, lahir prematur, obstruksi kanalis servikalis, kelainan letak bayi, serta perdarahan post partum.
Diagnosis mioma uterus secara klinis tidak begitu sulit. Yaitu dengan :
a. Dengan anamnesis,
b. Pemeriksaan inspekulo
c. Palpasi bimanual sudah dapat menegakkan diagnosis
d. USG dapat digunakan bila terdapa kesukaran dalam menegakkan diagnosis. Dengan USG dapat diketahui besarnya mioma, jumlah dan lokasi dari mioma tersebut.
e. USG dpler. Dengan USG ini dapat diketahui secara tepat vaskularisasi dari mioma uterus
f. Histeroskopi
g. Laparoskopi
Untuk f dan g dapat dilakukan bila dengan USG dan palpasi masih menimbulkan keraguan
h. Histerosalfingografi. Sudah jarang digunakan
i. MRI , biaya mahal.

II.7. Pencitraan Pada Myoma Uteri 4.5.6.7
USG pelvic merupakan pemeriksaan pencitraan yang paling utama pada kasus myoma tapi bukan berarti USG pelvic merupakan pengganti pemeriksaan bimanual dari uterus dan pemeriksaan abdomen .
Leiomyoma yang besar terlihat sebagai massa jaringan yang lunak pada rontgen abdomen bawah dan pelvic terutama akan memberikan diagnosis yang kuat bila myoma mengalami klasifikasi (gambaran rontgen pada kasus ini radioopak) . Histerosalpingografi mungkin berguna pada kasus leiomyma intrauteri pada pasien dengan infertilitas .
MRI (Magnetic Resonans Imaging) sangat tinggi akurasinya dalam menunjukkan jumlah, besar dan lokasi leiomyoma

II.8. Penemuan Laboratorium Pada Mioma Uteri 4.5.6
Anemia merupakan tanda umum dari myoma uteri. Anemia ini terjadi karena perdarahan uteri yang banyak dan penurunan kadar zat besi . Kadang-kadang didapatkan eritrositosis pada pasien.
Hematokrit akan menjadi normal setelah rahim diangkat dan terjadi peningkatan erithropoetin .
Leukositosis, panas dan kenaikan sedimentasi mungkin timbul bila terdapat degenerasi atau infeksi akut pada myoma .

II.9. Pemeriksaan Khusus Pada Myoma Uteri 1.2.5.9
Histeroskopi mungkin dapat digunakan dalam identifikasi dan juga untuk mengangkat myoma submucosa .
Laparaskopi lebih jelas dalam menentukan asal dari leiomyoma dan lebih banyak digunakan untuk myomektomi

II.10. Diagnosis Banding Myoma Uteri1.2.4.6
Pada myoma subserosa, diagnosa bandingnya adalah :
a. Tumor ovarium yang solid
b. Kehamilan uterus gravidus
Pada myoma submucosum yang dilahirkan diagnosa bandingnya adalah :
a. Inversio uteri

Pada myoma intramural, diagnosa bandingnya adalah :
a. Adenomiosis
b. Khoriokarsinoma
c. Karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri

II.11. Penatalaksanaan Pada Mioma Uteri 1.2.3.4.6.7.8
Pilihan pengobatan myoma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis myoma uteri itu sendiri .
Disini akan dibahas penatalaksanaan myoma uteri pada wanita yang tidak hamil. Penatalaksanaan myoma uteri pada wanita hamil akan dibahas tersendiri.
A. Konservatif dengan pemeriksaan periodik
Tidak semua myoma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun medikamentosa terutama bila myoma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian myoma uteri memerlukan pengamatan 3-6 bulan, maksudnya setiap 3-6 bulan pemeriksaan pelvic dan atau USG pelvic seharusnya diulang.
Pada wanita menopause, myoma biasanya tidak memberikan keluhan Bahkan pertumbuhan myoma dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut Estrogen harus digunakan dengan dosis yang terkecil-kecilnya pada wanita post menopause dengan myoma atau mengontrol gejala-gejala dan ukuran myoma harus diperiksa dengan pemerikaan pelvic dan USG pelvic setiap 6 bulan. Perlu diingat bahwa penderita myoma uteri sering mengalami menopause yang terlambat. Bila didapatkan pembesaran myoma pada masa post menopause, harus dicurigai kemungkinan keganasan dan pilihan terapi dalam hal ini adalah histerektomi total .
B. Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH
Pada umumnya, pengobatan mioma uterus dilakukan secara operatif (miomektomi atau histerektomi), karena dahulu memang belum ditemukan pengobatan medikamentosa yang efektif untuk mioma uterus. Seperti diketahui bahwa pertumbuhan mioma dapat dipicu oleh estrogen, sehingga dewasa ini terlah tersedia jenis obat yang dapat menekan pertumbuhan serta mengurangi pembesaran mioma. Obat tersebut adalah analog GnRH. Perlu ditekankan bahwa pemberian GnRH bukan untuk menghilangkan mioma melainkan untuk mepermudah tindakan operatif dan mengurangi histerektomi. Oleh karena itu GnRH diberikan sebelum tindakan peratif. Penelitian multisenter dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uterus yang diberikan GnRH leuprolein asetat selama 6 bulan, didapatkan data sebagai berikut : selama penggunaan analog GnRH ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% , pada 90 wanita didapatkan pengurangan volume mioma uterus sebanyak 80%. Bila dilihat secara keseluruhan , maka rata-rata pengecilan mioma uterus terjadi sebanyak 44%
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan yang berarti.
Setiap mioma memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH. Ada mioma uterus yang sama sekali tidak memberikan respon terhadap analog GnRH. Makin tinggi kadar reseptor estrogen suatu mioma, makin tinggi pula respon terhadap analog GnRH. Pemberian analog GnRHmenyebabkan perubahan degeneratif dari mioma, sehingga sensitivitas steroid menurun. Setelah selesai pemberian analog GnRH, maka sintesis steroid yang tadinya terhambat, akan muncul kembali, sehingga 4 bulan setelah pengobatan, mioma membesar kembali seperti semula.
Mioma submukosum merupakan mioma uterus yang paling responsif terhadap pemberian analog GnRH. Mioma uterus yang kromosomnya menunjukkan penyimpangan dari yang normal merupakan mioma yang paling tidak responsif terhadap pemberian GnRH analog. Mioma subserosum merupakan mioma yang paling banyak mengalami penyimpangan, sehingga mioma jenis ini paling tidak responsif terhadap pemberian analog GnRH. Mioma submukosum dan intramurak tidak banyak mengalami aberasi kromosom
Keuntungan pemberian anlog GnRH preoperasi adalah untuk :
1. Memudahkan pelepasan perlekatan denagn jaringan sekitar
2. Pada pascaoperasi jarang ditemukan perlekatan (omentum,usus)
3. Mengurangi volume uterus dan vilome mioma uterus
4. Mengurangi anemia akibat perdarahan
5. Mengurangi perdarahan pada saat operasi
6. Dengan mengecilnya mioma maka dapat dilakukan tindakan laparoskopi, atau bila tidak mungkin melakukan tindakan laparoskopi, maka laparotomi dapat dilakukan dengan sayatan pfannenstiel
7. Pada pengangkatan mioma uterus tidak diperlukan insisi yang luas sehingga kerusakan miometrium menjadi minimal
8. Mempermudah pengangkatan mioma submukosum dengan histeroskopi
9. Mempermudah melakukan vaginal histerektomi. Analog GnRH sebaiknya diberikan pada mioma yang besarnya sesuai usia kehamilan 14 sampai 18 minggu. Bila besarnya melampaui 18 minggu, maka pemberian GnRH tidak relevan lagi
10. Bila situasi pasien yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operatif, maka dapat dicoba lakukan pemberian analog GnRH jangka panjang untuk sekedar menekan pertumbuhan mioma uterus lebih jauh. Perlah dilakukan publikasi pemberian analog GnRH selama 2 tahun pada 51 wanita premenopause dengan mioma utersu yang menolak dilakukan tindakan operatif. Untuk mengatasi efek samping dari jangka panjang pemberian analog GnRH berupa hipoestrogen, maka diberikan estrogen-progesteron sebagai addback theraphy. Untuk mencegah osteoporosis dapat juga diberikan kalsium atau bifosfonat.
C. Pengobatan Operatif
Myomectomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus . Myomectomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan dan syaratnya harus dilakukan dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan Myomectomi cukup berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat myoma .
Tindakan myomectomi dapat dikerjakan misalnya dengan extirpasi melalui vagina pada myom geburt. Malah sekarang ini myomectomi dapat dikerjakan dengan histeroskopi untuk kasus myoma submucosa dan dengan laparaskopi untuk kasus myoma subserosa Angka kemungkinan terjadi kehamilan setelah myomectomi adalah 30-50% .
Perlu diingat untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi segera setelah dilatasi kuretase dan myomectomi untuk menyingkirkan myosarcoma atau mixed mesodermal sarcoma.
Kerugian myomectomi adalah :
a. melemahkan dinding uterus – ruptura uteri pada waktu hamil
b. menyebabkan perlekatan
c. residif
Histerektomi masih diperlukan oleh 25-35% penderita tersebut. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau per vaginam. Histerektomi pervaginam sulit karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya . Histerektomi pervaginam diperlukan bila ada perbaikan cystocele, rectocele atau enterocele dan akan lebih mudah bila disertai prolapsus uteri.
Histerektomi secara umum dilakukan pada myoma yang besar dan multiple . Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supra vaginal (sub total) hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya dan bila histerektomi supravaginal ini dilakukan maka pemeriksaan paps smear harus dilakukan 1 tahun sekali.


Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau ke-2 ovarium, maksudnya untuk :
a. menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b. menjaga gangguan coronair atau aterosclerosis umum


D. Radioterapi
Tindakan ini bertujuan untuk agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause dan diharapkan akan menghentikan perdarahan nantinya .
Syarat-syarat dilakukan radioterapi adalah :
- hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
- uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
- bukan jenis submucosa
- tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
- tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopase
- tidak ada keganasan uterus
E. Uteri Fibroid Embolization
Sinonim dari uterine artery embolization dilakukan oleh ahli radiologi. Terapi ini dilakukan dalam keadaan pasien sadar tetapi diberi sedatif dan anti nyeri. Terapi ini tidak memerlukan anestesi umum.
Dilakukan dengan memasukan kateter ke dalam arteri femoralis. Dengan gambaran imaging radiologis memasukan kateter ke dalam artery dan melepaskan partikel ke dalam arteri yang memberi suplai darah kepada mioma uteri tersebut. Hal tersebut dapat mmbuat mioma menjadi mengecil dan akhirnya mati.















II.12. Myoma Uteri dan Kehamilan
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan adalah :
- Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi cavum uteri khususnya pada myoma submucosum.
- Dapat menyebabkan kelainan letak janin
- Dapat menyebabkan placenta praevia dan placenta accreta
- Dapat menyebabkan HPP akibat inersia maupun atonia uteri akibat gangguan mekanik dalam fungsi miometrium
- Dapat menganggu proses involusi uterus dalam masa nifas
- Jika letaknya dekat pada cervic, dapat menghalangi kemajuan persalinan dan menghalangi jalan lahir.


Pengaruh kehamilan pada myoma uteri adalah :
- Myoma membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang meningkat
- Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti telah diutarakan sebelumnya, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna mengangkat sarang myoma. Anehnya, pengangkatan sarang myoma demikian itu jarang menyebabkan perdarahan.
- Meskipun jarang, mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom akut abdomen.

Terapi myoma dengan kehamilan adalah konservatif karena myomectomi pada kehamilan sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat juga menimbulkan abortus . Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulit-penyulit yang menimbulkan gejala akut atau karena myoma sangat besar . Jika myoma menghalangi jalan lahir, dilakukan SC (sectio Caesarea) disusul histerektomi tapi kalau akan dilakukan enucleasi (myomectomi) lebih baik ditunda sampai sesudah masa nifas (12 minggu setelah melahirkan) .


II.13. Prognosis Myoma Uteri10
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharuskan SC (Sectio caesarea) pada persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.

Minggu, 10 Agustus 2008

ANATOMI KULIT

ANATOMI KULIT

Pendahuluan
Kulit merupakan organ tubuh paling luar. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat 15% berat badan. Kulit yang elastic dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, ulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan telapak tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, kulit yang lembut terdapat pada leher dan badan, dan kulit yang berambut kasar terdapat pada kepala.

Anatomi Kulit Secaar Histopatologik
Kulit terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan epidermis (kutikel)
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hypodermis)
4. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan jaringan serta sel lemak.
Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :
a. Stratum korneum (lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit yang paling luar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum lusidum
Merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum (stratum malphigi)
Nama lainnya adalah pickle cell layer (lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk pologonal dengan besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng. Dinatara sel terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Penebalan antar jembetan membentuk penebalan bulat kecil disebut nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans.
e. Stratum basale
Terdiri dari sel berbentuk kubus tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal. Berbaris seperti pagar (palisade). Mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif dan terdiri dari 2 jenis sel :
a. Sel berbentuk klumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar , dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butiran pigmen (melanosomes).

Jumat, 08 Agustus 2008

TUMOR TELINGA

Tumor Glomus Jugularis

Glomus jugularis merupakan kumpulan dari jaringan ganglonik dalam tulang temporalis yang berhubungan dengan jugular bulb.
Rosenwasser (1945) merupakan ahli bedah pertama yang mengenal hubungan antara tumor ini dengan glomus jugulare yang normal. Rosenwasser melakukan pengangkatan tumor vascular dari telinga tengah dan mastoid yang pada pemeriksaan histologik ditemukan adanya kemiripan antara tumor tersebut dengan badan karotis. Tetapi dia tidak dapat menemukan adanya tumor primer lainnya pada daerah leher dan menamakannya tumor yang menyerupai tumor badan karotis.
Winship, Klopp dan Jenkins (1948) pertama kali menggunakan istilah ‘glomus jugulare’. Latters dan Waltner (1949) mengusulkan tumor tersebut diberinama nonchromaffin paragangliomas. Mulligan (1950) memperkenalkan istilah ‘chemodectoma’ berdasarkan penampilan histologik dan asal dari jaringan kemoreseptor. Boyd, Lever dan Griffith (1959) mengistilahkannya sebagai glomus jugulare yang tidak mempunyai fungsi kemoreseptor yang dapat dibuktikan.
Patologi
Pada pemeriksaan histology glomus jugulare menunjukan suatu kemiripan dengan glomus jugulare normal. Secara sitologi tumor tersebut tidak terlalu aktif dengan hanya sidekit badan mitosis, dan tumor ini biasanya memiliki kapsula fibrosa yang tipis.
Tumor tersebut juga dapat menjadi invasive dan mengakibatkan kerusakan dari tulang dan nervus fascialis didaerah sekitarnya. tumor ini juga menunjukan kecenderungan untuk melakukan penyebaran secara infiltrative melalui system udara dari sel mastoid. Makek dkk (1990) mendemonstrasikan suatu derajat tinggi infiltrative pada jugulotimpani paraganglioma. Pada 66 kasus dari 83 penelitian memiliki infiltrasi penyebaran neural, yang menggambarkan 4 tingkatan dari penyebaran neural dalam hubungannya dengan klinis.
1. Jenis kelamin, Usia, Riwayat keluarga
Glomus tumor lebih dominan pada wanita dengan perbandingan rasio 6:1. Glomus tumor juga lebih cenderung terjadi pada usia pertengahan. Wlaupun timbulnya angka kejadian sangat jarang tetapi tingkatan kejadian terlihat meningkat pada pasien yang keluarganya menderita tumor glomus dengan pola herediter yang bersifat autosom dominan.
2. Aktivitas Endokrin
Tumor glomus biasanya dianggap sebagai non-chromaffin paraganglioma yang tidak memiliki fungsi endokrin tetapi hal ini tidak menunjukan adanya laporan peningkatan tingkat keaktifan dari tumor. (Duke dkk 1964; Matishak, Symon dan Cheesman, 1987) dan secara klinis penting untuk melihat adanya bukti dari aktivitas endokrin dengan cara pengujian urinalisa dari metabolism dopamine dan asam 3 methoxy-4-hydroxymandelic.
3. Pusat tumor
Glomus tumor terkadang timbul pada kedua telinga kiri dan kanan atau berkonjugasi dengan paraganglioma lainnya. Badan karotis sendiri lbih sering menjadi tempat kedua bagi tumor tersebut.
4. Metastase
Tumor Glomus jugulare secara umum dianggap sebagai tumor yang memiliki tingkat keganansan yang rendah, sebagian besar menyebabkan masalah karena letaknya yang secara anatomi sangat kompleks dan terletak pada basal tulang tengkorak. Walaupun demikian, terdapat beberapa penelitian dari kasus tumor glomus jugulare yang bersifat ganas namun dengan tingkat kejadian yang sangat jarang. (Brown, 1967; Johnston dan Symon, 1992).
Dasar Awal Perkenalan
Pertumbuhan yang lambat dari tumor ini berarti bahwa diagnosis dari tumor sering tidak tepat hingga ukuran tumor mencapai besar.Alford dan Guliford (1962) tingkatan rata-rata keterlambatan diagnosis adalah 6 tahun dari mulai ditemukannya gejala awal, dengan diagnosis paling lama adalah 42 tahun 2 minggu. Gejala awal biasanya mengikuti perkembangan telinga tengah dan lebih sering diabaikan. Tinnitus yang berdenyut dan tuli konduktif merupakan gejala yang paling sering timbul. Adanya suatu masa berwarna kemerahan ( the rising sun behind the drum) pada pemeriksaan rutin biasanya jarang ditemukan. Pada 30% kasus didapatkan adanya kelumpuhan otot-otot wajah. Hal ini timbul akibat perkembangan dari nervus pada foramen jugularis.tabel dibawah memperlihatkan gambaran klinis pada 61 kasus. Otalgia dan perdarahan yang berhubungan dengan telinga merupakan gejala lain yang jarang timbul.
Terapi untuk tumor glomus dibagi menjadi :
1. Tidak ada terapi secara aktif dan observasi secara berkelanjutan
2. Radioterapi
3. Operasi reseksi
4. Operasi reseksi dengan perencanaan radioterapi adjuvant

Tanpa pengobatan
Glomus tumor tergolong tumor yang memiliki tingkat perkembangan yang lambat dan sejarah perkembangan yang panjang. Biasanya tumor ini terjadi pada usia pertengahan dimana kesehatan orang tersebut pada umumnya baik, pengobatan terutama diindikasikan untuk melihat harapan hidup pasien. Pada beberapa pasien tidak timbul gejala sampai decade 6 atau 7, memberikan bukti bahwa Ct scan secara berulang tidak memberikan gambaran penyebaran yang ekstensif atau pertumbuhan yang cepat, dan gejala yang timbul pada psien biasanya sangat sedikit. Tidak ada terapi yang diindikasikan sejauh dari penjelasan untuk ketentraman hati pasien.
Radioterapi
Beberapa ahli setuju bahwa pada pasien dewasa dan lemah dengan gejala yang simptomatis, pertumbuhan dari tumor harus diterapi secara radioterapi. Apabila tidak terdapat ahli operasi yang berpengalaman , radioterapi mungkin dapat menimbulkan masalah yang lebih kecil pada tumor tipe C dan D, tetapi harus diingatkan bahwa 40 % dari tumor dapat secara continue untuk tumbuh walaupun sudah diterapi secara control dengan radiasi. Maka dari itu Rosenwasser membuat suatu kesimpulan bahwa pengobatan secara operatif, bila memungkinkan merupakan terapi utama paga tumor glomus jugularis.
Operatif
Tujuan utama dari pembedahan adalah reseksi secara total dari tumor bila memungkinkan, dan hal ini idealnya dapat dilakukan tanpa meningkatan kerusakan neurologis dari pasien. Pada beberapa kasus peningkatan pendengaran juga dapat dicapai.
Tumor tipe A dapat dilakukan pendekatan melalui meatus auditorius, tumor tipe B dapat dilakukan pendekatan prosedur dinsing saluran utuh, tumor tipe C memerlukan pendekatan dari dasar tengkorak, tumor tipe D memerulukan pendekatan melalui dasar tengkorak dan kraniotomi fossa posterior

Tehnik Operatif
Spector, Maisel dan Ogura lebih memilih irradiasi preoperative yang mengurangi vaskularisasi dapat memudahkan pembedahan tumor. Ahli bedah lainnya lebih menyukai penggunaan preoperative embolisasi. Tumor glomus timpanicus yang sangat kecil dapat dilakukan pengangkatan dengan timpanotomi sederhana bila semua batas dapat di visualisasikan.

Komplikasi postoperative
Dapat terjadi kerusakan nervus vagus dan glossopharyngeus yang mengakibatkan pembengkakan postoperative, suara serak, kelumpuhan saraf pada wajah yang bersifat sementara.
Tumor lain pada apeks petrosa
Tumor dan kista pada apeks petrosa biasanya jarang, timbul dengan adanya erosi dari meatus auditori interna atau telinga dalam dan menyerupai tumor dari serebroponting angle. Diagnosis daapt ditegakkan dengan Ct scan dan MRI.
A. Kondroma
Kondroma merupakan tumor yang jarang terjadi. Berasal dari sisa notochordal dan secara dominan ditemukan berhubungan dengan tulang aksial. Bersifat ganas, gejala yang timbul karena tekanan dari telinga tengah atau nervus kranialis dan rasa nyeri merukan gejala utama pada tumor ini. Terapi dapat dilakukan reseksi yang luas namun kadang hal ini sulit dilakukan bahkan oleh ahli bedah berpengalaman sekalipun oleh karena itu diperlukan postoperative radioterapi dengan menggunakan I123 bradyterapi maupun radiadi stereotaktik.
Prognosis tumot tergantung kepada tipe histology dari tumor tersebut. Angka kehidupan rata-rata dari pasien dengan kondroid kondroma berkisar 16 tahun tetapi bila kondroma angka kehidupan pasien berkisar 4 tahun.
B. Kondrosarkoma
Kondrosakroma dari apeks perosa mungkin berasal dari sisa kartilaginosa pada foramen laserum. Bersifat ganas dan dapat menimbulkan gejala erosi tulang yang menimbulkan tekanan pada telinga dalam atau nervus cranial. Diferensiasi secara histolik dibandingkan dengan kondroma sangat penting karena bisaya tumor ini memiliki prognosis yang lebih baik. Terapi dengan reseksi luas dilanjutkan radiasi postoperative. Angka kehidupan 5 tahun adalah 70 %.
C. Meningioma
Meningioma merupakan tumor intracranial jinak yang paling sering ditemukan dan diduga berasal dari vili arahnoid. Merupakan tumor pada telinga tengah yang berasal dari tulang temporalis.

Tumor Epitelium
Satu-satunya tumor epitleium jinak yang ditemukan pada telinga tengah ialah adenoma dan dikeluarkan dengan kombinasi standar dari pendekatan secara mastoidektomi dengan penmeliharaan pendengaran.
Tumor ganas yang paling sering adalah skuamous sel karsinoma. Ini dari terapi adalah dengan kombinasi deari radioterapi dengan operasi radikal. Tumor epithelial ganas lainnya adalah adenokarsinoma dan karsinoma adenoid kistik, keduanya relative radioresisten dan radikal operasi memberikan kemungkinan angka kesembuhan yang paling baik.

DIET KOMPLIKASI HIPEREMESIS

DIET KOMPLIKASI KEHAMILAN


I. DIET HIPEREMESIS

Hiperemesis adalah suatu keadaan pada awal kehamilan ( sampai Trimester II ) yang ditandai dengan adanya rasa mual dan muntah yang berlebihan dalam waktu relatif lama. Bila keadaan ini tidak diatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan penurunan berat badan.
Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan pemberian karbohidart kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goreng-gorengan untuk menekan rasa mual dan muntah. Sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum.

Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk :
mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis
secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup

Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah :
Karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total
Lemak rendah, yaitu < 10% dari kebutuhan energi total
Protein sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total
Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil
Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam
Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien




Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
1. Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
2. Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
3. Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
- Roti panggang, biskuit, crackers
- Buah segar dan sari buah
- Minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun), sirop, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.

II. DIET PRE EKLAMPSIA

Pre eklampasia merupakan salah satu komplikasi yang sering terjasi pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu, yang ditandai oleh adanya hipertensi, proteinuria, dan edema. Keluhan-keluhan yang biasa timbul ialah adanya pertambahan berat badan (karena edema), mudah timbul kemerah-merahan, mual, muntah, pusing, pandangan kabur, nyeri lambung, oligouria, gelisah dan kesadaran menurun. Ciri khas dari diet ini adalah memperhatikan asupan garam dan protein.
Tujuan dari pemberian diet pre eklampsia ialah :
Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
Mencapai dan mempertahankan tekanan darah agar tetap normal
Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air/cairan
Mencapai keseimbangan nitrogen
Menjaga agar penambahan berat badan tidak melebihi normal
Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyulit baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan
Syarat diet pada pre eklampsia, ialah :
1. Energi dan zat gizi yang diberikan harus cukup. Dalam keadaan berat, makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien dalam menerima makanan. Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.
2. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan berat badan diusahakan di bawah 3 kg/bulan atau di bawah 1 kg/minggu.
3. Protein tinggi (1 ½ - 2 gr/kg berat badan)
4. Pemberian lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda.
5. Vitamin cukup; vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi.
6. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
7. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien
8. Cairan diberikan 2500ml/hari. Pada keadaan oligouria cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yang keluar melalui urin, muntah, keringat, dan pernapasan.

Ada 3 macam pemberian diet untuk pre eklampsia, yaitu :
1. Diet Pre eklampsia I
Diet ini diberikan pada pasien dengan preeklampsia berat (PEB). Makanan diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari sari buah dan susu. Jumlah cairan yang diberikan paling sedikit 1500ml sehari per oral, dan kekurangannya diberikan secara parenteral. Karena makanan ini kurang mengandung zat gizi dan energi, maka hanya diberikan 1-2 hari saja.
2. Diet Pre eklampsia II
Diet ini diberikan kepada pasien pre eklampsia yang penyakitnya tidak terlalu berat atau sebagai makanan peralihan dari diet pre eklampsia I. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau lunak dan diberikan sebagai Diet Rendah Garam I. Dalam diet ini makanan yang diberikan cukup mengandung energi dan zat gizi lainnya.
3. Diet Pre eklampsia III
Diet pre eklampsia III diberikan kepada pasien dengan pre eklampsia ringan (PER) atau sebagai peralihan dari diet pre eklampsia II. Pada diet ini makanan mengandung tinggi protein dan rendah garam. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Pada diet, jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yang boleh lebih dari 1 kg/bulan. Pada diet ini makanan yang diberikan mengandung cukup semua zat gizi dan energi.

III. DIET ANEMIA

Menurut WHO, anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl selama masa kehamilan dan kurang dari 10 g/dl selama masa post partum. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang membahayakan bagi ibu dan janin. Pada ibu hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan postpartum. Bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur.
Etiologi anemia dalam kehamilan sama seperti yang terjadi pada wanita yang tidak hamil. Semua anemia yang terdapat pada wanita usia reproduktif dapat menjadi faktor penyulit dalam kehamilan. Penyebabnya antara lain :
1) Makanan yang kurang bergizi.
2) Gangguan pencernaan dan malabsorpsi,
3) Kurangnya zat besi dalam makanan.
4) Kebutuhan zat besi yang meningkat.
Sedangkan faktor predisposisi terbesar terjadinya anemia adalah status gizi yang buruk dengan defisiensi multivitamin, dimana hal ini masih banyak terjadi di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.
Secara umum klasifikasi anemia dalam kehamilan dibagi menjadi :
1. Anemia Defisiensi Besi sebanyak 62,3%
2. Anemia Megalobalstik sebanyak 29%
à Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteroylglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang.
3. Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 8%
à Anemia disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
4. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%
à Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya.
Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan vitamin B12. Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.

GIZI IBU HAMIL & MENYUSUI

GIZI PADA IBU HAMIL



Keadaan kurang gizi pada ibu hamil akan berpengaruh kepada :
1. Keadaan ibu selama kehamilan
Anemia
Perdarahan
Penambahan berat badan yang abnormal
Infeksi
2. Persalinan
Sulit dan lama
Lahir sebelum waktu
Perdarahan setelah persalinan
Persalinan dengan operasi meningkat
3. Janin
Keguguran
Bayi lahir mati
Cacat bawaan
Anemia pada bayi
Asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan/IUFD)
BBLR

Manfaat kecukupan zat gizi pada ibu hamil antara lain untuk :
a. Menjaga kesehatan ibu
b. Penambahan jaringan tubuh/lemak ibu
c. Memenuhi kebutuhan gizi janin
d. Cadangan untuk menyusui

Manfaat penambahan energi dan zat gizi untuk ibu hamil :
1. Energi : - penambahan kebutuhan harian
- karena adanya peningkatan BMR
- untuk simpanan
2. Protein : - untuk pertumbuhan janin, plasenta, uterus, mammae, volume darah, Hb, dan protein plasma
- cadangan untuk partus/persalinan
3. Calsium & Fosfor : - untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin
- untuk memenuhi kebutuhan ibu karena terjadi peningkatan metabolisme calsium pada ibu
4. Zat besi (Fe) : - untuk meningkatkan kadar Hb
- untuk pertumbuhan janin/cadangan Fe pada janin
- untuk cadangan saat persalinan dan menyusui
5. Magnesium : - untuk membuat fungsi otot optimal
- membantu pertumbuhan janin
6. Yodium : memenuhi peningkatan produksi tiroksin karena adanya peningkatan BMR
kekurangan yodium yang berat dan kronis bayi akan lahir dengan cacat mental permanen dan hambatan pertumbuhan (kretinisme), bentuk tubuh abnormal, kemampauan belajar kurang/idiot.
7. Zn (seng) : membantu pertumbuhan otak supaya optimal
8. Vitamin A : - membantu pertumbuhan tulang dan gigi
- menghindari cacat bawaan
- membantu pertumbuhan sel
9. Vitaman D : - membantu peningkatan absorpsi Fe
- membantu pertumbuhan janin
10. Vitamin B12 : - membantu metabolisme protein
- membantu pembentukan sel darah merah
11. Asam folat : membantu pembentukan sel darah merah dan putih

ANJURAN MAKANAN PADA IBU HAMIL


Susunan makanan seimbang
Makanan sesuai kebutuhan
Pada Trimester I : makanan porsi kecil, sering, segar (ada mual, muntah, <>

GIZI IBU MENYUSUI

· Manfaat makanan pada ibu menyusui antara lain :
- untuk menjaga kesehatan ibu dalam pemulihan setelah melahirkan
- untuk menghasilkan ASI yang cukup
· Susunan makanan pada ibu menyusui :
- makanan seimbang
- jumlah lebih banyak daripada saat kehamilan
- minum > 6 gelas/ hari
- makan makanan yang tidak merangsang pencernaan, tidak pedas, banyak bumbu, dan tidak mengandung alkohol
- hindarkan makanan yang berbau keras
- perbanyak sayuran hijau untuk menambah ASI
- makan bervariasi unttuk meningkatakan zat gizi yang dibutuhkan

Kamis, 07 Agustus 2008

HERPES ZOSTER

HERPES ZOSTER

DEFINISI
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

SINONIM : dampa, cacar ular.

EPIDEMIOLOGI
Umur : Biasanya pada dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak.
Jenis Kelamin : pria = wanita
Musim : Tidak tergantung musim


PATOGENESIS
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion ter­sebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

GEJALA KLINIS
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema à vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) à pustul dan krusta. Kadang- kadang vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik.
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.
Bila menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N. V cabang atas disebut herpes zoster frontalis.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis.
Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster abdominalis/ lumbalis


PERJALANAN PENYAKIT
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penya­kit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul ber­langsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu.


PEMERIKSAAN KULIT
Lokalisasi : Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV
dan lumbal II
Efloresensi/sifat-sifatnya : Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan Ietak saraf yang terinfeksi virus.


KOMPLIKASI
- Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.

- Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik.

- Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Ber-bagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar, dan otak.

DIAGNOSA BANDING
1. Herpes simpleks: hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks
dalam embrio ayam, kelinci, tikus.
2. Varisela: biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.
3. Impetigo vesikobulosa: lebih sering pada anak-anak, dengan gam-baran vesikel
dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.

PENATALAKSANAANNYA
- Istirahat
- Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik
- Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu
dengan bedak salisil 2%. Bila terjadi infeksi se-kunder dapat diberikan antibiotik
lokal mis. salep kloramfenikol 2%.
- Obat Antiviral : Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misal­nya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, sedang­kan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut rhasih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
- Untuk neuralgia pasca hepatikà Obat yang direkomendasikan di antaranya gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari.
- Sindrom Ramsay Hunt à prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis pred­nison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.

PROGNOSIS
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.

PRURIGO

PRURIGO

Prurigo ialah erupsi papular kronik dan rekurens.KOCSARD membagi prurigo menjadi 2 kelompok :
I. Prurigo simpleks
II. Dermatosis pruriginosa
Selain itu masih ada prurigo lain yang sebenarnya tergolong salah satu bentuk neurodermatitis,yaitu prurigo nodularis.

I.PRURIGO SIMPLEKS
Prurigo papul ditemukan pada berbagai tingkat usia dan paling sering pada orang dengan usia pertengahan.
Tempat yang sering terkena ialah badan dan bagian ekstensor ekstremitas.Muka dan bagian kepala yang berambut juga dapat terkena tersendiri atau bersama-sama dengan tempat lainnya.
Lesi biasanya muncul dalam kelompok-kelompok sehingga papul-papul,vesikel-vesikel dan jaringan-jaringan parut sebagai tingkat perkembangan terakhir dapat terlihat pada saat yang bersamaan.
Beberapa variasi prurigo pernah dilaporkan.Prurigo melanotik Pierini dan Borda terjadi pada wanita usia pertengahan,berupa pruritus bersamaan dengan sirosis biliaris primer.Lesi berupa hiperpigmentasi retikular,sangat gatal,terutama mengenai badan.
Pengobatannya simtomatik,diberikan obat untuk mengurangi gatal baik sistemik maupun topikal.

II.DERMATOSIS PRURIGINOSA
Pada kelompok penyakit ini prurigo papul terdapat bersama-sama dengan urtika,infeksi piogenik,tanda-tanda bekas garukan,likenifikasi dan eksematisasi.Termasuk dalam kelompok penyakit ini antara lain ialah : strofulus,prurigo kronik multiformis Lutz dan prurigo Hebra.

a.Strofulus
Penyakit ini juga dikenal sebagai urtikaria papular,liken urtikatus dan strofulus pruriginosis.Sering dijumpai pada bayi dan anak-anak.Papul-papul kecil yang gatal tersebar di lengan dan tungkai,terutama menganai bagian ekstensor.Lesi mula-mula berupa urticated papules yang kecil.Akibat garukan menjadi ekskoriasi dan mengalami infeksi sekunder atau likenifikasi.
Lesi-lesi muncul kembali dalam kelompok,biasanya pada malam hari.Tetapi lesi dapat bertahan sampai 12 hari.Semua tingkatan perkembangan dan regresi papul-papul dapat dilihat pada saat yang bersamaan.Serangan dapat berlangsung bulanan sampai tahunan.Biasanya tidak disertai pembesaran KGB maupun gejala konstitusi.
Urtikaria papular merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap gigitan fleas (kutu berkaki 6 dapat melompat), gnats (agas,sejenis nyamuk yang kecil hitam),nyamuk,kutu,dan yang tersering ialah kepinding.
Pengobatan mencakup pemberantasan serangga,terutama fleas (cat & dog fleas dan kuman fleas) serta kutu busuk.Tempat-tempat tidur binatang peliharaan,lemari,sela-sela rumah,permadani dan perkakas rumah tangga disemprot dengan insektisida.Secara topikal penderita diberi losio antipruritus.Krim kortikosteroid juga dapat dipakai.Antihistamin peroral dapat menghilangkan rasa gatal.

b.Prurigo kronik multiformis Lutz
Kelainan kulitnya berupa papul prurigo disertai likenifikasi dan eksematisasi.Penderita juga mengalami pembesaran KGB.Pengobatan bersifat simtomatik.

c.Prurigo Hebra
Prurigo Hebra adalah yang tersering didapat.

Definisi
Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi atau anak.Kelainan kulit terdiri atas papul-papul miliar berbentuk kubah yang sangat gatal dan lebih mudah diraba daripada dilihat.Tempat terutama di daereah ekstremitas bagian ekstensor.

Epidemiologi
Sering terdapat pada keadaan sosio-ekonomi dan higiene yang rendah.Umumnya terdapat pada anak.Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki.

Etiologi dan Patogenesis
Penyebabnya yang pasti belum diketahui.Umumnya ada saudara yang juga menderita penyakit ini,karena itu ada yang menganggap penyakit ini herediter.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka terhadap gigitan serangga,misalnya nyamuk.Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam ludah serangga menyebabkan alergi.Disamping itu juga terdapat beberapa faktor yang berperan,antara lain : suhu,investasi parasit (misalnya Ascaris dan Oxyuris).Juga infeksi fokal misalnya tonsil atau saluran cerna,endokrin,alergi makanan.Pendapat lain mengatakan penyakit ini didasari faktor atopi.

Gejala Klinis
Sering dimulai pada anak berusia diatas 1 tahun.Kelainan yang khas adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna,berbentuk kubah,lebih mudah diraba daripada dilihat.Garukan menimbulkan erosi,ekskoriasi,krusta,hiperpigmentasi dan likenifikasi.Jika telah kronik,tampak kulit yang sakit lebih gelap kecoklatan dan berlikenifikasi.
Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris,dapat meluas ke bokong dan perut,muka dapat pula terkena.Biasanya bagian distal lengan dan tungkai lebih parah daripada bagian proksimal.Tungkai lebih parah daripada lengan.
KGB regional biasanya membesar,tidak nyeri,tidak bersupurasi,pada perabaan teraba lebih lunak.Pembesaran tersebut disebut bubo prurigo.
Bila penyakitnya ringan disebut prurigo mitis,hanya terbatas di ekstremitas bagian ekstensor dan sembuh sebelum akil balik.Jika penyakit lebih berat disebut prurigo feroks (agria),lokasi lesi lebih luas dan berlanjut hingga dewasa.


Histopatologi
Gambaran histopatologi tidak khas,sering ditemukan akantosis,hiperkeratosis,edema pada epidermis bagian bawah,dan dermis bagian atas.Pada papul yang masih baru terdapat pelebaran pembuluh darah,infiltrasi ringan sel radang sekitar papul dan dermis bagian atas.Bila telah kronik,infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta deposit pigmen di bagian basal.

Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding adalah skabies.Pada skabies,gatal terutama pada malam hari.orang-orang yang berdekatan juga terkena.Kelainan kulit berupa banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit.

Pengobatan
Dengan menghindari hal-hal yang berkaitan dengan prurigo,yaitu menghindari gigitan nyamuk atau serangga,mencari dan mengobati infeksi fokal,memperbaiki higiene perseorangan maupun lingkungan.Pengobatan berupa simtomatik yaitu mengurangi gatal dengan pemberian sedativa.Contoh pengobatan topikal ialah dengan sulfur 5-10% dapat diberi dalam bentuk bedak kocok atau salap.Untuk mengurangi gatal dapat diberikan mentol 0,25-1% atau kamper 2-3%.Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik topikal.Kadang dapat diberi steroid topikal bila kelainan tidak begitu luas.

Prognosis
Sebagian besar akan senbuh spontan pada usia akil balik.




PRURIGO NODULARIS

Definisi
Adalah penyakit kronik,pada orang dewasa,ditandai adanya nodus kutan yang gatal,terutama terdapat di bagian ekstensor.

Etiologi
Kausanya belum diketahui,tetapi serangan gatal timbul bila mengalami ketegangan emosional.Penyakit ini dianggap sebagai neurodermatitis sirkumskripta bentuk nodular atipik.

Gejala Klinis
Merupakan penyakit kulit kronik dan terutama mengenai wanita.Lesi berupa nodus,dapat tunggal atau multipel,mengenai ekstremitas terutama pada permukaan anterior paha dan tungkai bawah.Lesi sebesar kacang polong atau lebih besar,keras dan berwarna merah atau kecoklatan.Bila perkembangannya sudah lengkap maka lesi akan berubah menjadi verukosa atau mengalami fisurasi.

Pengobatan
Lesi kulit memberi respons cepat terhadap penyuntikan kortikosteroid intralesi.Biasanya dipakai suspensi triamsinolon asetonid 2,5-12,5 mg per ml.Dosis 0,5-1 ml per cm2 dengan dosis maksimum 5ml untuk sekali pengobatan.Pengobatan lain dengan talidomid dosis 2 x 100 mg perhari dan pengobatan dilanjutkan sampai 3 bulan.

Prognosis
Penyakit bersifat kronis.Setelah sembuh dengan pengobatan,biasanya residif.


SKABIES

Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya.

Cara penularan
Kontak langsung (kulit dengan kulit),misalnya berjabat tangan,tidur bersama dan hubungan seksual
Kontak tak langsung (melalui benda),misalnya pakaian,handuk,seprei,bantal,dll.
Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang oleh bentuk larva.Dikenal juga Sarcoptes scabiei var.animalis yang kadang dapat menulari manusia,terutama pada orang yang banyak memelihara binatang peliharaan,misalnya anjing.

Etiologi
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis.Selain itu terdapat S.scabiei yang lain,misalnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil,bentuk oval,punggung cembung dan bagian perut rata.Tungau ini translusen,berwarna putih kotor dan tidak bermata.Ukuran yang betina antara 330-450 mikron x 250-350 mikron.Yang jantan lebih kecil yaitu antara 200-240 mikron x 150-200 mikron.Bentuk dewasa punya 4 pasang kaki.
Siklus hidup tungau : setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit,tungau jantan akan mati,kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali tungau betina.Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm perhari sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai berjumlah 40-50.Tungau betina yang dibuahi dapat hidup selama sebulan.Telur akan menetas dalam 3-5 hari dan menjadi larva.Larva dapat tinggal dalam terowongan atau dapat keluar.Setalah 2-3 hari,larva akan menjadi nimfa,ada yang jantan dan betina.Siklus hidup mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu 8-12 hari.





Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan oleh tungau skabies dan oleh penderita sendiri akibat garukan.Gatal disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang perlu waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,vesikel,urtika,dll.Garukan dapat menimbulkan erosi,ekskoriasi,krusta dan infeksi sekunder.

Gejala klinis
4 tanda kardinal :
Pruritus nokturna,gatal pada malam hari karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
Menyerang manusia secara kelompok,misalnya dalam keluarga atau lingkungan tempat tinggal.
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan,berbentuk garis lurusatau berkelok,dengan panjang rata-rata 1cm,pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.Jika timbul infeksi sekunder,ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,ekskoriasi).Tempat predileksi biasanya pada tempat yang stratum korneumnya tipis yaitu sela-sela jari tangan,pergelangan tangan bagian volar,siku bagain luar,lipat ketiak bagian depan,areola mamae (wanita),umbilikus,bokong,genitalia eksterna (pria),dan perut bagian bawah.Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
Menemukan tungau,merupakan hal yang paling diagnostik.Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.




Cara menemukan tungau
Mula-mula cari terowongan,lalu pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas kaca objek,lalu tutup dan dilihat dengan mikroskop.
Menyikat dengan sikat dan ditampung diatas kertas putih,dilihat dengan kaca pembesar.
Membuat biopsi irisan.Lesi dijepit dengan 2 jari lalu dibuat irisan tipis dengan pisau,periksa dengan mikroskop cahaya.
Dengan biopsi eksisional,diperiksa dengan pewarnaan HE.

Diagnosis banding
Prurigo,pedikulosis korporis,dermatitis

Pengobatan
Jenis obat topikal :
Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap dan krim.Tidak efektif untuk stadium telur,maka pemberiannya tidak boleh kurang dari 3 hari.Berbau,mengotori pakaian dan kadang menimbulkan iritasi.Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Emulsi benzil-benzoas 20-25%.Efektif terhadap semua stadium,diberikan setiap malam selama 3 hari.Sering iritasi,susah diperoleh.
Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan) kadar 1% dalam krim atau losio.Efektif untuk semua stadium,mudah digunakan,jarang iritasi.Tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil kareena toksis terhadap SSP.Pemberian cukup sekali,kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
Krotamiton 10% dalam krim atau losio.Efeknya sebagai anti skabies dan anti gatal.Jauhkan dari mata,mulut,uretra.
Permetrin 5% dalam krim.Kurang toksik dibanding gameksan,efektifitas sama,diberikan hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam.Bila belum sembuh,diulang seminggu kemudian.Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.

Prognosis
Penyakit ini dapat diberantas dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi.Prognosisnya baik.


KUSTA

MORBUS HANSEN
PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India Kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi.
Disebut juga Lepra, kata Lepra disebut-sebut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.

DEFINISI

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraselular obligat.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
EPIDEMIOLOGI
Cara penularannya belum diketahui pasti, berdasarkan anggapan klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat, serta inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunasnya sangat bervariasi, umumnya beberapa tahun, ada yang mengatakan antara 40 hari sampai 40 tahun.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas, dan kemungkinan-kemungkinan adanya reservoir di luar manusia.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung M. leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas.
Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur antara 25 – 35 tahun.
Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan, dan ditakuti oleh karena adanya ulserasi, mutilasi dan deformitas yang disebabkannya, sehingga menimbulkan masalah sosial, psikologis dan ekonomis.

ETIOLOGI
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M. leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta positif – Gram.

PATOGENESIS

Tipe I (Indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum.
M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya

GEJALA KLINIS
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Namun diagnosis secara klinislah yang terpenting dan sederhana. Tidak cukup hanya sampai diagnosis saja, tetapi perlu ditentukan tipenya, sebab penting untuk terapinya.
Diagnosis lepra ditegakkan bila ada 1 atau lebih Tanda Cardinal, yaitu :
Lesi kulit pada tipe karakteristik lepra, dengan penurunan atau kehilangan sensasi (anestesia)
Penebalan saraf perifer
Ditemukannya M. Leprae, biasanya pada kulit.

Setelah basil M. leprae masuk ke dalam tubuh, bergantung kepada kerentanan orang tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika rentan setelah masa tunas terlampaui akan timbul gejala penyakitnya. Untuk selanjutnya tipe apa yang akan terjadi bergantung kepada derajat C.M..I (Cell Mediated Immunity) penderita terhadap M. leprae yang intraselular obligat itu. Kalau C.M.I tinggi ke arah tuberkuloid dan sebaliknya kalau rendah kearah lepromatosa.
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberkuloid polar (100%), bentuk stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite (borderline, lebih banyak tuberkuloid), bentuk labil
BT : Borderline tuberkuloid (borderline, lebih banyak tuberkuloid), bentuk labil
BB : Mid Borderline (50 % tuberkuloid, 50 % lepromatosa), bentuk labil
BL : Borderline lepromatous (borderline, lebih banyak lepromatosa), bentuk labil
Li : Lepromatosa indefinite (borderline, lebih banyak lepromatosa), bentuk labil
LL : Lepromatosa polar (100 %), bentuk stabil
Untuk kepentingan program pengobatan, tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan kerokan kulit, yaitu tipe-tipe I, TT dan BT menurut klasifikasi Ridley & Jopling. Bila pada tipe-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif, harus diobati dengan regimen MDT-MB.
Pemeriksaan anaestesi yang menggunakan alat sederhana, yaitu : jarum untuk rasa nyeri, kapas untuk rasa raba, tabung reaksi masing-masing dengan air panas dan es, pensil tinta (tanda Gunawan) untuk melihat ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak dan sebagainya.

Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesarannya, konsistensinya, dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu N. fasialis, N. auricularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis dan N. tibialis posterior.
Ada pula yang disebut Kusta tipe neural murni dengan tanda sebagai berikut :
- Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit
- Ada satu atau lebih pembesaran saraf
- Ada anesthesia dan atau paralysis serta atrofi otot pada daerah yang dipersarafinya
- Bakterioskopik negative
- Tes Mitsuda umumnya positif
- Untuk menentukan diagnosis sampai tipenya, yang biasanya tipe tuberkuloid, borderline atau nonspesifik, harus dilakukan pemeriksaan histopatologis.

Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dibagi dalam deformitas primer dan sekunder. Yang primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari dan muka. Yang sekunder sebagai akibat kerusakan saraf. Umumnya deformitas oleh karena keduanya, tetapi terutama oleh yang sekunder.
Gejala-gejala kerusakan saraf :
N. fasialis :
- Cabang temporal dan zigomatik meyebabkan lagoftalmus
- Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir
N. ulnaris :
- Anesthesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis
- Clawing kelingking dan jari manis
- Atrofi hipothenar dan otot interosseus serta kedua otot lumbrikalis medialis
N. medianus :
- Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah
- Tidak mampu aduksi ibu jari
- Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- Ibu jari kontraktur
- Atropi otot thenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N. radialis :
- Aestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
- Tangan gantung (wrist drop)
- Tak mampu extensi jari-jari atau pergelangan tangan
N. poplitea lateralis :
- Kaki gantung (foot drop)
- Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
- Kelemahan otot peroneus
N. tibialis posterior :
- Anestesia telapak kaki
- Claw toes
- Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
N. trigeminus :
- Anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralysis N. orbicularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri-sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia.
Pada tipe Lepromatosa dapat timbul Ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.

Kusta Histoid
Kusta macam ini merupakan variasi lesi pada tipe lepromatosa yang pertama ditemukan oleh WADE pada tahun 1963. Secara klinis berbentuk nodus yang berbatas tegas, dapat juga plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse sensitive atau relapse resisten. Dapat juga timbul pada yang belum dan yang sedang dalam pengobatan.

PENUNJANG DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Sediaaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan ZIEHL NEELSEN. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae.
Untuk riset diperiksa 10 tempat dan untuk rutin minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah tanpa melihat ada tidaknya lesi di tempat tersebut, dan 2-4 tempat lain yang paling aktif, yang paling eritomatosa dan paling infiltratif.
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup, sedang fragmented dan granular bentuk mati. Bentuk hidup lebih berbahaya karena dapat berkembangbiak dan dapat menularkan ke orang lain.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (I.B) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1+ Bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ Bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ Bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ Bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ Bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks Morfologi (IM) adalah presentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid.

2. Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik Tipe Tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Pada Tipe Lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel virchow dengan banyak basil. Pada Tipe Borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.

3. Tes Lepromin
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra, tapi tidak untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. leprae.
0,1 ml lepromin, dipersiapkan dari extraks basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca pada setelah 48 jam / 2 hari (Reaksi Fernandez), atau 3-4 minggu (Reaksi Mitsuda).
Reaksi Fernandez positif, bila terdapat indurasi dan erytema, yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test (PPD) pada M. tuberculosis.
Sedangkan Reaksi Mitsuda bernilai :
· 0 : Papul berdiameter 3 mm atau kurang
· +1 : Papul berdiameter 4-6 mm
· +2 : Papul berdiameter 7-10 mm
· +3 : Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi.
Reaksi Mitsuda berkorelasi baik dengan respon imun penderita yang bernilai prognosis. Klasifikasi histologi pada biopsi jaringan dari reaksi mitsuda memiliki kemungkinan klinis lebih baik daripada histologi dari lesi kulit lepra itu sendiri.

4. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibody pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Macam-macam pemeriksaannya adalah :
· Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
· Uji ELISA ( Enzymed Linked Immuno-Sorbent Assay)
· ML dipstick

REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi kusta termasuk dalam reaksi imun patologik (merugikan).
Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut akhir-akhir ini yaitu :
Reaksi reversal atau reaksi upgrading = Reaksi Lepra non nodular = Reaksi Tipe I = Tipe IV Reaksi hipersensitivitas tipe lambat
E.N.L = Erytema Nodusum Leprosum = Reaksi Lepra nodular = Reaksi Tipe II = Tipe III Reaksi imun humoral

Fenomena Lucio
Merupakan reaksi kusta yang sangat berat, terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Terutama ditemukan di Meksiko dan Amerika tengah.
Klinis berupa plak atau infiltrat difus, merah muda, bentuk tak teratur dan nyeri. Lesi lebih berat tampak lebih eritematosa, purpura, bula, terjadi nekrosis dan ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan terbentuk jaringan parut.
Histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik, edema, proliferasi endotelial pembuluh darah dan banyak basil M. Leprae di endotel kapiler.

DIAGNOSIS BANDING
Lesi makula : Vitiligo, Pitiriasis alba, Pitiriasis versikolor, Tinea corporis, dll
Lesi Papula : Granuloma anulare, Liken planus, dll
Lesi plak : Tinea korporis, Pitiriasis rosea, psoriasis, dll
Lesi Nodul : Acne vulgaris, neurofibromatosis, dll
Lesi pada saraf : Amyloidosis, diabetes, trachoma, dll

PENGOBATAN

Prinsip terapi lepra, yaitu :
· Menghentikan infeksi, dengan obat antikusta
· Mencegah dan mengobati reaksi dan mengurangi resiko kerusakan saraf
· Mengobati komplikasi kerusakan saraf (anestesia, trauma, kelumpuhan)
· Rehabilitasi pasien dari segi sosial dan psikologis

Obat anti kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah DDS (Diaminodifenil Sulfon), Klofazimin dan Rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotika lain untuk pengobatan alternative, yaitu Ofloksasin, Minosiklin dan Klaritromisin. Untuk mencegah kemungkinan timbulnya resistensi, pada tahun 1971 dimulai pengobatan kombinasi atau Multi Drug Treatment (MDT), sebagai usaha untuk :
Mencegah dan mengobati resistensi
Memperpendek masa pengobatan
Mempercepat pemutusan mata rantai penularan

Pengobatan Kusta MDT PB, Dosis lengkap 6 kemasan blister dalam 6-9 bulan :
- Dewasa :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 100 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (100 mg)
- Anak-anak umur (10-14 tahun) :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (450 mg = 300 mg + 150 mg)
- 1 tablet DDS ( 50 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (50 mg)

- Anak-anak < 10 tahun :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 1 kapsul Rifampisin (10-20 mg/kgBB atau 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 1-2 mg/kg BB/hari atau 25 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (1-2 mg/kgBB/hari atau 25 mg)

Pengobatan Kusta MDT MB, Dosis lengkap 12 kemasan blister dalam 12-18 bulan :
- Dewasa :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 100 mg)
- 3 kapsul Klofazimin (3x100 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (100 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (50 mg/hari), atau 2 kapsul selang sehari (100 mg selang sehari)
- Anak-anak umur (10-14 tahun) :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (450 mg = 300 mg + 150 mg)
- 1 tablet DDS ( 50 mg)
- 2 kapsul Klofazimin (150 mg = 100 mg + 50 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (50 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (50 mg)
- Anak-anak < 10 tahun :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 1 kapsul Rifampisin (10 mg/kgBB atau 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 1-2 mg/kg BB/hari atau 25 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (100 mg disesuaikan dengan berat badan)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (25 mg)
- Klofazimin (50 mg 2x seminggu disesuaikan dengan berat badan)
EFEK SAMPING

Rifampisin
Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala GI, flu-like syndrom, erupsi kulit
DDS (Diaminodifenil Sulfon
Nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS, NET, hepatitis, hipoalbuminemia, methemoglobinemia
Klofazimin
Warna kecoklatan pada kulit, kekuningan pada sklera, gangguan GI, penurunan berat badan
Ofloksasin
Gangguan GI, Gangguan SSP, insomnia, dizziness, nyeri kepala, nervousness dan halusinasi. Pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati
Minosiklin
Pewarnaan gigi pada bayi dan anak-anak, hiperpigmentasi kulit dan mukosa, gangguan GI dan SSP. Tidak dianjurkan untuk anak-anak dan selama kehamilan
Klaritromisin
Gangguan GI
Prednison
Hiperglikemia, edema, myopathy, ulkus peptik, hipokalemi, osteoporosis, euphoria, psikosis, myastenia gravis, gangguan pertumbuhan, dll
Thalidomid
Pada wanita hamil efek teratogenik, leukopenia, hipotensi ortostatik, kejang, demam, drug eruption, dll


Klasifikasi cacat berdasarkan WHO Expert Committee on Leprosy

Cacat pada tangan dan kaki :
Tingkat 0 : Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas
yang terlihat.
Tingkat 1 : Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang
terlihat.
Tingkat 2 : Terdapat kerusakan atau deformitas.
Cacat pada mata :
Tingkat 0 : Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan
penglihatan.
Tingkat 1 : Ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan yang berat
pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari
pada jarak 6 meter).
Tingkat 2 : Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60, tidak dapat
menghitung jari pada jarak 6 meter).

Rehabilitasi
Usaha rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk cacat tubuhnya ialah antara lain medis, yaitu dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki.
Jalan lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa harga dirinya. Jalan lain lagi ialah melalui kejiwaan.
































Terdapat penebalan N. Auricularis magnus dekstra




Bercak hipopigmentasi pada regio brachii posterior dekstra : Lepra tipe tuberkuloid

Pada regio nucha, thorakolumbal, deltoidea, brachii dan antebrachii bilateral terdapat lesi berbentuk punched-out, multiple berukuran lentikuler sampai numuler, diskret sampai konfluen dan bersisik : Lepra tipe Borderline


Pada regio fasialis, coli, thorakoabdominal, deltoidea, brachii dan antebrachii bilateral terdapat infiltrate difus, massif. Tampak fasies leonina dan madarosis : Lepra Lepromatosa.

asma

SEJARAH
Menurut FLIPSEN & JANSSEN (1979) asma adalah penyakit yang ditandai dengan serangan-serangan sesak atas dasar obstruksi jalan nafas perifer diselingi interval-interval bebas keluhan.
SEARS (1991) mengatakan bahwa dalam prakteknya adanya kombinasi keluhan sesak nafas, rasa dada yang terhimpit, suara nafas ngiik-ngiik (wheezing) dan batuk, ditambah dengan sifat hilang timbul, yang akan menjadi indikasi untuk menentukan diagnosis asma.
EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya dikatakan bahwa penyakit asma dijumpai di seluruh dunia, dan menyerang baik pria maupun wanita, dari seluruh lapisan sosial ekonomi dengan prevalensi yang berkisar antara 1-10%.
Peningkatan di Asia lebih kecil dibandingkan dengan dunia Barat. Hal ini tampak pada berbagai penelitian epidemiologis. di Hongkong prevalensi asma pada anak-anak kelompok usia 13-14 tahun pada tahun 1980 baru mencapai 2 % untuk meningkat menjadi 4,8% pada tahun 1989 dan pada tahun 1995 telah mencapai 11%.
Serangan pertama dapat timbul pada masa kanak-kanak ataupun pada usia setengah umur. pada anak laki-laki lebih sering dijumpai asma dibandingkan anak perempuan, tetapi hal ini tidak begitu berbeda pada penderita dewasa.
ETIOLOGI
Kombinasi antara faktor pencetus dan kerentanan akan menimbulkan obstruksi bronkeolus karena :
1. kontraksi otot polos
2. edema mukosa
3. hipersekresi lendir
Akibat akhir dari hal tersebut akan menimbulkan sesak nafas yang akan disertai suara nafas tambahan ngiik-ngiik (wheezing)
Berdasarkan faktor pencetus asma dibagi menjadi:
a. ekstrinsik
b. intrinsik
Pada asma ekstrinsik yang biasanya mulai timbul pada masa kanak-kanak selalu akan ada faktor pencetus dari luar yang dapat menimbulkan serangan sesak. oleh karena itu pada asma tipe ini akan ditemukan gejala alergi seperti dermatitis, rinitis, dan sebagainya. Disamping itu juga akan terjadi peningkatan kadar igE dan eosinofil dalam darah maupun dahak serta tes kulit yang positif pada satu atau lebih alergen.
Pada asma Intrinsik yang biasanya timbul pada usia dewasa sampai setengah umur tidak akan ada gejala alergi yang jelas, tes kulit negatif, IgE normal, disamping itu serangan sesak umumnya lebih berat dan interval bebas sesak lebih singkat.

COMMENT


Free chat widget @ ShoutMix